Polisi dari Polres Sorong Kota menghadang unjuk rasa gabungan aktivis HMI, PMII dan IMM di depan kantor Pengadilan Negeri Sorong, karena tidak berizin, Senin (25/9).

“Unjuk rasa ada aturannya. Siapapun yang mau demo harus mengikuti aturan. Apabila tidak, kepolisian akan membubarkannya,” kata Kabag Ops Polres Sorong Kota AKP Eko Yunanto, SIK.

Eko kemudian meminta perwakilan pengunjuk rasa masuk ke kantor PN Sorong untuk menemui Ketua PN dan jajarannya. “Selebihnya tidak diperkenankan,” ujarnya.

Namun, pendemo menolak permintaan polisi agar hanya perwakilan yang diperbolehkan masuk.  Setelah bernegosiasi dengan pihak kepolisian, akhirnya perwakilan pendemo diizinkan bertemu dengan Ketua PN Sorong.

Pendemo meminta PN Sorong menunda eksekusi objek tanah di jalan Basuki Rahmad KM 8, yang merupakan sengketa antara Liliani Tandriani melawan Haji Sattas Gading.

Mereka mengatakan ada pelepasan adat ganda, yaitu dari Harun Kalagison ke Haji Sattas Gading pada 1982, sedangkan yang dimiliki Liliani Tandriani tahun 1998.

Selain itu, kata mereka, putusan Mahkamah Agung nomor 683/PK/Pdt/1998 antara PT Telkom Indonesia melawan Harun Kalagison bersaudara dimenangkan PT Telkom Indonesia.

Menanggapi itu, Ketua PN Sorong Timotius Djemey SH menyatakan putusan sudah in kracht sehingga tidak dapat diintervensi siapa pun.

“Begitu juga dengan perkara yang diajukan PT Telkom Indonesia sudah ada putusan Mahkamah Agung. Semua perkara yang masuk ke PN Sorong ada yang menang dan kalah. Jika putusan tersebut telah in kracht, pihak yang memenangkan perkara berhak mengajukan eksekusi,” jelas Djemey.(deo)